Kamu,
yang masih terperangkap dalam kotak itu, kotak kenangan. Kotak yang tak
pernah ingin kamu buka, tetapi sudah bisa membuatmu tersesat dengan hanya
membayangkannya saja. Sejenak aku pikir akulah orang yang tepat menyelamatkanmu
dari sana. Namun siapa orang paling sulit untuk ditolong? Orang yang tak mau
ditolong.
Entahlah,
ini antara kamu yang tak mau kutolong, atau malah kamu meminta tolong pada
kenanganmu. Rasanya seperti tarik-menarik. Aku tarik kamu ke depan,
tapi sepertinya kenanganmu lebih keras menarikmu ke belakang. Kadang aku
melonggarkan genggamanku hanya demi menjaga tali antara aku, kamu, dan
kenanganmu tak putus. Aku tak mau mendapati kamu terjatuh ke pusara kehampaan,
tanpa aku. Di sisi lain, aku tak ingin kamu lepas.
Besok,
ketika aku terbangun lagi, aku selalu penasaran. Sampai kapan kamu mau tinggal
di sana? Aku sudah mengulurkan tangan, tangan penuh luka karena
memperjuangkanmu.
Kamu,
selalu menjadi sosok yang ingin kukibarkan di hati. Kuperjuangkan bebas dari
rindu, apalagi sepi. Aku rela pasang badan menghadapi gengsi.
--
Kurasa,
wajahmu terbuat dari racikan hujan pada jendela beserta embunnya. Dan jika aku
melihatnya dalam sebuah perjalanan, tak ada rasa yang bisa menggambarkan selain
kata.
—
Kamu,
kapanpun kamu melihatku tertidur, entah karena terlalu lelah memperjuangkanmu,
atau terlalu bosan menunggumu, jangan bangunkan aku. Kamu, tolong bangunkan
aku, hanya ketika kamu sudah beranjak dari kenangan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar